Cerpen Untuk Anak Anak SD - Kami sampaikan kepada anda semua tentang Cerpen Anak SD yang kami sampaikan disini secara langsung sehingga anda bisa mengetahui tentang Cerpen Anak Anak untuk itu lah kami sampaikan disini lengkap sekali dan pastinya kami berikan kepada anda semua, langsung saja disini untuk Cerpen untuk Anak Anak SD tersebut dibawah ini sobat semua untuk bisa kamu dapatkan secara langsung.
Sekian duluh dari saya tentang Cerpen Untuk Anak-Anak SD pastinya ini akan menjadi salah satu info bermanfaat kepada anda yang ingin sekali tahu tentang cerpen tersebut untuk bisa membuat sendiri dirumah oke. Baca juga untuk Cerpen Romantis tersebut disini juga.
Akhir Pekan Yang Tak Terduga
“Alvan, cepat lari! Mereka tepat di belakang kita!”
“Apa kau buta? Memangnya yang sedang ku lakukan ini apa?”
Pasti kalian bertanya apa yang mengejar kami, Zombie? Mana ada mahluk itu di dunia nyata, Vampire? Kalian terlalu banyak menonton film, Alien? Yang benar saja. Sore itu di taman yang ramai aku sedang menikmati jam-jam sebelum berakhirnya weekend ini. Seperti biasa, aku duduk di bangku berwarna hitam yang tepat menghadap jalan. “Alvan!” huh? siapa itu yang memanggilku, terlihat seperti seorang gadis, dia mulai datang menghampiriku. Kenapa nampak buram? Ternyata aku lupa memakai kacamataku.
“Ternyata kau de, apa yang kau lakukan di sini sore-sore gini?” Sambil menyodorkan keresek besar dia berkata.
“Apa kau tidak lihat ini? Aku habis berbelanja di supermarket. Nggak bosen apa tiap jam segini kerjaanmu cuman duduk-duduk nggak jelas di taman kayak gitu?”
Walaupun aku jelaskan, orang seperti Dea tidak mungkin mengerti apa yang aku lakukan ini. “daripada ngelakuin hal yang enggak-enggak, ya mending gini de”
Setelah mengobrol cukup lama, akhirnya dia pulang, tapi sebelum pulang dia memberikanku sesuatu, “ambil ini Van, hitung-hitung utang budi, kemaren kan kamu udah bantuin tugasku buat bikin kerajinan tangan, sampai jumpa.”
—
“Jangan melamun di saat seperti ini Van! Mereka bisa menangkap kita nanti.”
“Hey Gio, sepertinya aku punya sesuatu yang bisa membantu kita.” Aku mengeluarkannya dari kantong sweater.
“Apa itu? Bagaimana benda seperti itu bisa membantu kita meloloskan diri?”
“Aku tidak bilang meloloskan diri, ”
—
Hari sudah mulai gelap, sepertinya aku harus segera pulang ke rumah, di sini yang semula ramai pun telah sepi, hanya meninggalkan beberapa orang saja. Hampir saja aku lupa aku harus membeli sesuatu dulu, aku harus cepat semoga tokonya masih buka. Syukurlah tokonya masih buka, saat aku memasukkan tanganku ke dalam saku celanaku untuk mengambil uang, “Apa ini? Ohh, ternyata gantungan kunci pemberian dari Dea,” jika dilihat bentuknya bagus juga. Kristal dengan warna hitam. Apa dia memberikanku gantungan warna hitam karena aku selalu duduk di bangku warna hitam? Ah, sudahlah itu tidak penting, aku harus pulang ke rumah setelah dari sini.
Di tengah jalan tiba-tiba aku bertemu seseorang. Apa yang sedang dia lakukan di sini, gerak-geriknya juga mencurigakan, lalu aku mendekatinya. Tiba-tiba dia menariku.
“Diamlah, bisa-bisa ketahuan nanti.” Aku yang heran dan tidak mengerti pun bertanya.
“Memangnya apa yang sedang kau lakukan disini Gio.” Jarinya menunjuk.
“Tadi aku lihat Lusy ditarik ke dalam mobil sedan itu oleh seseorang yang belum pernah ku lihat sebelumnya dari rumahnya, sepertinya dia bukan orang sini, aku ingin menyelidikinya, apa kau mau ikut denganku Van?” Lusy juga temanku, aku juga tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya. Akhirnya kami berdua mengawasinya. Tak lama berselang, mobil itu menyala dan mulai pergi meninggalkan rumah Lusy.
“Ayo Van, kita harus cepat, kalau tidak kita bisa kehilangan jejaknya.” Karena mobil itu melaju dengan cepat, kami tertinggal sangat jauh dari mobil tersebut.
“Bagaimana ini, kita tidak bisa mengejar mobil itu, Gio apa aku punya ide.” Dia menunjuk kea rah jalan.
“Lihat! Genangan air itu dilewati mobil tadi, dan ban dari mobil itu meninggalkan bekas, ayo cepat kita ikuti jejak ban ini sebelum menghilang.”
Akhirnya jejak tersebut berhenti di rumah besar yang baru di bangun di daerah pinggiran kota, halamannya seperti lapangan sepak bola, hanya saja tanpa gawang dan ditumbuhi oleh pohon dan sejenis semak. Itu dia mobil yang kami ikuti tadi, terparkir nyaman di salah satu sudut halaman rumah tersebut. “Van lihat! Gerbangnya tidak dikunci, ayo kita masuk.”
Di halaman rumah tersebut kami berjalan mengendap-ngendap seperti di film-film, mobilnya ternyata sudah kosong, “Gio, gimana ini? Apa kita masuk ke dalam rumah?” Tiba-tiba dua orang dengan tampang menyeramkan ke luar dari dalam rumah dan mereka meneriaki kami berdua, karena panik kami berdua lari dan mereka pun mengejar kami.
“Alvan, cepat lari! Mereka tepat di belakang kita!”
“Apa kau buta? Memangnya yang sedang ku lakukan ini apa?” Aku ingat, tadi sore aku membeli alat kejut listrik untuk tugas sekolahku.
“Jangan melamun di saat seperti ini Van! Mereka bisa menangkap kita nanti.”
“Hey Gio, sepertinya aku punya sesuatu yang bisa membantu kita.” Aku mengeluarkannya dari kantong sweater.
“Apa itu? Bagaimana benda seperti itu bisa membantu kita meloloskan diri?”
“Aku tidak bilang meloloskan diri, kita lawan mereka, terus kita selamatkan Lusy, ini ambil satu.” Aku melemparkannya pada Gio.
Kami berbalik dan mengarahkan alat kejut itu pada mereka, akhirnya mereka tergeletak pingsan karena terkena listrik yang cukup kuat. Saat kami masuk ke dalam rumah.
“Ha?” kami terheran-heran, “Lusy, kamu nggak apa-apa kan?” tanya kami yang keheranan.
“Emangnya kenapa? Terus kenapa kalian ada di sini, apa yang kalian lakukan?” Loh kok gini, harusnyakan Lusy diikat dengan kuat lalu disekap dalam kamar, ini malah nyantai-nyantai di ruang tamu sambil ngemil kerupuk.
“Lusy, jadi kamu nggak diculik?” tanya Gio dengan spontan dengan polosnya.
“Hah?” giliran Lusy yang terheran-heran dengan pertanyaan yang dilontarkan Gio.
“Tadi aku lihat kamu ditarik ke mobil sama seseorang, terus kita ngikutin kamu sampai ke sini, kirain kamu diculik tahunya enggak ya?”
Lusy tertawa kecil, “Oh, itu pamanku, dia ingin aku nginep di rumah barunya ini, sambil nyeritain tentang kota ini, soalnya dia baru pulang dari luar negeri, aku nggak mau soalnya besok kan sekolah.” Tiba-tiba seseorang turun dari tangga.
“Lusy, itu temen kamu ya? Kenapa nggak bilang mau bawa temen, kan makanannya jadi kurang, suruh asisten paman buat beli makanan lagi sana.” Lusy ke luar memanggil asisten dari pamannya, tiba-tiba Lusy berteriak dari luar. “Ada apa?” dia menunjuk pada dua orang yang tergeletak pingsan.
“Apa yang terjadi pada mereka paman?” dengan rasa malu kami menjelaskan semua kejadiannya, kemudian mereka tertawa terbahak-bahak.
Pengalaman yang cukup aneh bila diingat-ingat, aku hanya senyum-senyum sendiri tiap kali teringat kejadian itu. Mungkin hal tersebut tidak akan pernah ku lupakan.
Cerpen Karangan: Gumilar Miftahurrahman
Akhir Pekan Yang Tak Terduga
“Alvan, cepat lari! Mereka tepat di belakang kita!”
“Apa kau buta? Memangnya yang sedang ku lakukan ini apa?”
Pasti kalian bertanya apa yang mengejar kami, Zombie? Mana ada mahluk itu di dunia nyata, Vampire? Kalian terlalu banyak menonton film, Alien? Yang benar saja. Sore itu di taman yang ramai aku sedang menikmati jam-jam sebelum berakhirnya weekend ini. Seperti biasa, aku duduk di bangku berwarna hitam yang tepat menghadap jalan. “Alvan!” huh? siapa itu yang memanggilku, terlihat seperti seorang gadis, dia mulai datang menghampiriku. Kenapa nampak buram? Ternyata aku lupa memakai kacamataku.
“Ternyata kau de, apa yang kau lakukan di sini sore-sore gini?” Sambil menyodorkan keresek besar dia berkata.
“Apa kau tidak lihat ini? Aku habis berbelanja di supermarket. Nggak bosen apa tiap jam segini kerjaanmu cuman duduk-duduk nggak jelas di taman kayak gitu?”
Walaupun aku jelaskan, orang seperti Dea tidak mungkin mengerti apa yang aku lakukan ini. “daripada ngelakuin hal yang enggak-enggak, ya mending gini de”
Setelah mengobrol cukup lama, akhirnya dia pulang, tapi sebelum pulang dia memberikanku sesuatu, “ambil ini Van, hitung-hitung utang budi, kemaren kan kamu udah bantuin tugasku buat bikin kerajinan tangan, sampai jumpa.”
—
“Jangan melamun di saat seperti ini Van! Mereka bisa menangkap kita nanti.”
“Hey Gio, sepertinya aku punya sesuatu yang bisa membantu kita.” Aku mengeluarkannya dari kantong sweater.
“Apa itu? Bagaimana benda seperti itu bisa membantu kita meloloskan diri?”
“Aku tidak bilang meloloskan diri, ”
—
Hari sudah mulai gelap, sepertinya aku harus segera pulang ke rumah, di sini yang semula ramai pun telah sepi, hanya meninggalkan beberapa orang saja. Hampir saja aku lupa aku harus membeli sesuatu dulu, aku harus cepat semoga tokonya masih buka. Syukurlah tokonya masih buka, saat aku memasukkan tanganku ke dalam saku celanaku untuk mengambil uang, “Apa ini? Ohh, ternyata gantungan kunci pemberian dari Dea,” jika dilihat bentuknya bagus juga. Kristal dengan warna hitam. Apa dia memberikanku gantungan warna hitam karena aku selalu duduk di bangku warna hitam? Ah, sudahlah itu tidak penting, aku harus pulang ke rumah setelah dari sini.
Di tengah jalan tiba-tiba aku bertemu seseorang. Apa yang sedang dia lakukan di sini, gerak-geriknya juga mencurigakan, lalu aku mendekatinya. Tiba-tiba dia menariku.
“Diamlah, bisa-bisa ketahuan nanti.” Aku yang heran dan tidak mengerti pun bertanya.
“Memangnya apa yang sedang kau lakukan disini Gio.” Jarinya menunjuk.
“Tadi aku lihat Lusy ditarik ke dalam mobil sedan itu oleh seseorang yang belum pernah ku lihat sebelumnya dari rumahnya, sepertinya dia bukan orang sini, aku ingin menyelidikinya, apa kau mau ikut denganku Van?” Lusy juga temanku, aku juga tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya. Akhirnya kami berdua mengawasinya. Tak lama berselang, mobil itu menyala dan mulai pergi meninggalkan rumah Lusy.
“Ayo Van, kita harus cepat, kalau tidak kita bisa kehilangan jejaknya.” Karena mobil itu melaju dengan cepat, kami tertinggal sangat jauh dari mobil tersebut.
“Bagaimana ini, kita tidak bisa mengejar mobil itu, Gio apa aku punya ide.” Dia menunjuk kea rah jalan.
“Lihat! Genangan air itu dilewati mobil tadi, dan ban dari mobil itu meninggalkan bekas, ayo cepat kita ikuti jejak ban ini sebelum menghilang.”
Akhirnya jejak tersebut berhenti di rumah besar yang baru di bangun di daerah pinggiran kota, halamannya seperti lapangan sepak bola, hanya saja tanpa gawang dan ditumbuhi oleh pohon dan sejenis semak. Itu dia mobil yang kami ikuti tadi, terparkir nyaman di salah satu sudut halaman rumah tersebut. “Van lihat! Gerbangnya tidak dikunci, ayo kita masuk.”
Di halaman rumah tersebut kami berjalan mengendap-ngendap seperti di film-film, mobilnya ternyata sudah kosong, “Gio, gimana ini? Apa kita masuk ke dalam rumah?” Tiba-tiba dua orang dengan tampang menyeramkan ke luar dari dalam rumah dan mereka meneriaki kami berdua, karena panik kami berdua lari dan mereka pun mengejar kami.
“Alvan, cepat lari! Mereka tepat di belakang kita!”
“Apa kau buta? Memangnya yang sedang ku lakukan ini apa?” Aku ingat, tadi sore aku membeli alat kejut listrik untuk tugas sekolahku.
“Jangan melamun di saat seperti ini Van! Mereka bisa menangkap kita nanti.”
“Hey Gio, sepertinya aku punya sesuatu yang bisa membantu kita.” Aku mengeluarkannya dari kantong sweater.
“Apa itu? Bagaimana benda seperti itu bisa membantu kita meloloskan diri?”
“Aku tidak bilang meloloskan diri, kita lawan mereka, terus kita selamatkan Lusy, ini ambil satu.” Aku melemparkannya pada Gio.
Kami berbalik dan mengarahkan alat kejut itu pada mereka, akhirnya mereka tergeletak pingsan karena terkena listrik yang cukup kuat. Saat kami masuk ke dalam rumah.
“Ha?” kami terheran-heran, “Lusy, kamu nggak apa-apa kan?” tanya kami yang keheranan.
“Emangnya kenapa? Terus kenapa kalian ada di sini, apa yang kalian lakukan?” Loh kok gini, harusnyakan Lusy diikat dengan kuat lalu disekap dalam kamar, ini malah nyantai-nyantai di ruang tamu sambil ngemil kerupuk.
“Lusy, jadi kamu nggak diculik?” tanya Gio dengan spontan dengan polosnya.
“Hah?” giliran Lusy yang terheran-heran dengan pertanyaan yang dilontarkan Gio.
“Tadi aku lihat kamu ditarik ke mobil sama seseorang, terus kita ngikutin kamu sampai ke sini, kirain kamu diculik tahunya enggak ya?”
Lusy tertawa kecil, “Oh, itu pamanku, dia ingin aku nginep di rumah barunya ini, sambil nyeritain tentang kota ini, soalnya dia baru pulang dari luar negeri, aku nggak mau soalnya besok kan sekolah.” Tiba-tiba seseorang turun dari tangga.
“Lusy, itu temen kamu ya? Kenapa nggak bilang mau bawa temen, kan makanannya jadi kurang, suruh asisten paman buat beli makanan lagi sana.” Lusy ke luar memanggil asisten dari pamannya, tiba-tiba Lusy berteriak dari luar. “Ada apa?” dia menunjuk pada dua orang yang tergeletak pingsan.
“Apa yang terjadi pada mereka paman?” dengan rasa malu kami menjelaskan semua kejadiannya, kemudian mereka tertawa terbahak-bahak.
Pengalaman yang cukup aneh bila diingat-ingat, aku hanya senyum-senyum sendiri tiap kali teringat kejadian itu. Mungkin hal tersebut tidak akan pernah ku lupakan.
Cerpen Karangan: Gumilar Miftahurrahman
Kue Permohonan
Neira adalah gadis kecil yang periang. Kulitnya cokelat, rambutnya panjang sepunggung, ditambah lagi dengan kemanisannya dalam berbicara. Neira punya seorang kakak perempuan, namanya Amira. Amira adalah gadis yang pendiam, punya rambut panjang sepunggung, dan kecantikan yang menawan. Mereka berdua mempunyai toko kue yang cukup terkenal di kota Bandung.
Namanya toko kue “NEMIRA”, singkatan dari Neira dan Amira. Dulu, ibu mereka menjual aneka baju di toko itu, namun karena sudah tidak laku dan ibu mereka pun sudah meninggal, usaha toko baju ditutup sudah. Tak ada yang mau menjahit lagi karena tidak diberi gaji. Ayah Neira dan Amira hanya membuka usaha kecil, yakni keliling kota sambil jualan bubur dan nasi goreng sedangkan Neira dan Amira melayani pelanggan di toko kue.
Pada suatu hari di toko kue. Keadaan sangat sepi. Tak ada satu pun pelanggan melintas di toko kue itu. Hanya beberapa orang saja yang tertarik untuk membeli kue.
“Hmm.. Kalau begini terus, usaha kita bisa-bisa bangkrut, Neira” Kata Amira cemas. “Kita perlu membuat menu baru agar para pelanggan tertarik untuk membelinya”
“Tidak usah, Kak” Kata Neira. “Toh, masih ada delapan orangan yang mau membeli kue-kue buatan kita,”
“Yah, tapi semakin hari semakin berkurang” Amira makin cemas. “Sebaiknya kita turunkan harga”
“Turun harga?!” Neira terlonjat kaget. “Sudah beberapa kali kita menurunkan harga kue, tapi tetap saja begitu!”
“Begitu apanya?” Tanya Amira.
“Pelanggan tetap segitu, Kak!” Tegas Neira. “Aku tak sanggup lagi.”
Tiba-tiba Ujang, Asep, Bagus, Pak Burhan, dan Bu Ipa masuk ke dalam toko kue itu. “Ehm, Amira? Neira? Kami mau pesan,” Kata Bu Ipa.
“Oh.. mau pesan apa?” Tanya Neira sedikit putus asa.
“Tolong kue cupcake-nya 3, cherrytart-nya 2, susu hangatnya 4, dan kopi susunya 1 ya!” Kata Bu Ipa.
“Oh iya, totalnya jadi dua puluh lima ribu ya Bu” Kata Neira. “Ini kartu pembayarannya, silahkan tanda tangan. Dimakan di sini atau dibungkus?”
“Dibungkus” Pesan Bu Ipah sambil tersenyum, lalu memberikan selembar dua puluh dan lima ribuan pada Neira.
Neira menerimanya lalu memasukkanya kedalam laci. “Ini pesanannya”
“Iya, terima kasih” Bu Ipah, Pak Burhan, dan ketiga anaknya berlalu pergi dengan mobil jelaga mereka.
Sorenya, toko kue itu resmi ditutup. Ayah Neira dan Amira pun sudah kembali.
“Anakku, berapa penghasilan kalian hari ini?” Tanya Pak Ari, ayah Neira dan Amira.
“Hari ini.. tiga ratus dua puluh tujuh ribu Yah,” Kata Amira. “Lebih sedikit dari dua minggu lalu,”
“Ohh.. tidak apa-apa. Lumayanlah Ayah hari ini mendapat lima ratus tiga puluh ribu Nak,” Kata pak Ari. “Cukup untuk makan kita sehari-hari”
“Wah Ayaahh!!” Amira memeluk pak Ari erat. “Terima kasih.”
Pagi harinya..
“Pagi, Yah,” Kata Amira. “Hati-hati di jalan ya!”
“Iya Mira” Kata Pak Ari seraya meninggalkan Amira dan Neira.
“Neira, kita buka toko kuenya sekarang ya” Kata Amira.
“Hah? Ini baru jam 5!” Kata Neira.
“Ih ayo!” Seru Amira. Akhirnya Neira pun mengikuti nasihat kakaknya.
Di toko kue. Amira melihat ada sepotong kue kecil yang tampak bercahaya. Berhubung Amira lapar, Amira pun memakan kue itu. Amira menemukan kertas di dalam kue itu, dan kertas itu bertuliskan: “Ini adalah kue permohonan. Makanlah dan ucapkan tiga permohonanmu akan menjadi kenyataan.” Amira tertarik untuk mengucapkan permohonan. “Em.. Aku ingin tokoku ramai pembeli dan kue-kueku bertambah banyak tanpa harus mengeluarkan modal.” Ucap Amira. Ajaib!
Toko kue langsung dipenuhi puluhan pelanggan yang sangat banyak. Amira ketagihan mengucapkan permohonan lagi.
“Aku ingin keluargaku kaya raya dan disukai banyak orang” Ucap Amira lagi. Seketika, tokonya membesar dan uang di lacinya menumpuk, ditambah uang di celengan, dan dompet ayahnya.
Setelah mengucapkan permohonan kedua, Amira berhenti. “Aku ingin.. kami semua taat beribadah dan diampuni segala dosa” Setelah berucap begitu keluarganya merasa suci atas segala dosa.
Barangkali kalau kalian menemukan kue kecil warna cokelat dengan isi kertas di dalamnya, ucapkan tiga kali permohonan. Mungkin permohonan kalian akan dikabulkan dalam sekejap.
Cerpen Karangan: Aurellia Khadeliu Susanto
Kucing Ku Sayang
Namaku Tesa, seminggu yang lalu aku menemukan kucing lucu berbulu putih halus bermata belok dan berkumis panjang. Aku merawatnya dengan baik. Ku beri nama dia Spiki. Dia pun menyukai diriku. Setiap ku pulang sekolah ku elus bulunya. Dan setiap hari libur ku ajak dia ke taman Ria untuk bermain bersama. Dia sangat setia padaku. Dia juga suka tidur. Setiap pukul 11 pagi ia menunjukkan padaku bahwa dia mengantuk dengan mengeluskan ekornya ke kakiku. Lalu setelah itu ku temani dia tidur.. dan aku pun ikut tertidur.
Saat dirinya terbangun, ia selalu menginginkan aku juga terbangun dengan mencakar halus tanganku. Dia tidak suka dimandikan. Entah mengapa, mungkin karena ia tidak suka air ataupun kedinginan. Dia seperti sahabatku yang paling setia. Terkadang, setiap pulang sekolah aku membelikannya kalung manik-manik lucu. Hingga saking banyaknya kalung yang ku belikan, akhirnya ku buatkan tempat kalung khususnya yang berbentuk tabung berwarna kuning dengan hiasan-hiasan emoticon lucu. Setiap hari aku memakaikannya kalung yang berbeda-beda. Hari-hariku dibuat indah olehnya. Hingga saat semua itu hilang seketika.
Pada hari Minggu, aku dan keluarga besarku bertamasya ke Taman kota. Sesampainya di sana, keluargaku tengah sibuk menata barang-barang. Sementara aku dan Spiki bermain lari larian di tengah taman. Langkah kaki Spiki sangat cepat sehingga aku mencari jalan yang sulit dijangkau olehnya. Aku pun mendekati pagar besi taman itu yang berdekatan dengan jalan raya.
Dari sana ku lihat Spiki mengejarku. Tetapi, setelah ku amati Spiki tidak berlari ke arahku. Melainkan berlari menuju anak perempuan yang dari belakang sangat mirip denganku yang berada di seberang jalan raya. Oh! Baru tersadar aku jika anak itu berada di seberang jalan raya. Spiki pun melompati pagar besi taman yang kebetulan pagar besi taman ini cukup pendek untuk dilompati kucing.
“Spiki!!!” teriakku dengan penuh kepanikan.
Spiki pun tetap berlari mengejar anak itu tanpa memperhatikan bahwa dirinya berhadapan dengan truk besar bermuat peti kemas. “Meeaww!!!” Suara Spiki terdengar olehku yang tengah panik dan berusaha membuka pagar besi taman. Ternyata aku terlambat, Spiki sudah tertabrak oleh truk itu. Darahnya pun berceceran di sekitarnya. Langsung aku pun berlari menujunya. Aku hanya bisa menatapnya. Tidak mungkin jika aku memeluknya dengan keadaan berdarah. Aku menatap matanya yang mulai tertutup pelan pelan. Lama-lama aku pun meneteskan air mataku. Baru aku sadar suara yang ia keluarkan tadi adalah suara terakhir darinya. Aku akan selalu merindukanmu Spikiku sayang.
Cerpen Karangan: Nadira Alifia Zahra
Gadis Rusia
Namaku Isabella Alika (Kika). Aku mempunyai 3 sahabat yaitu: Juanita Puspita -Juanita, Muhammad Bobbin -Bobbin, Achmad Bayhaqi -Abay. Aku bersekolah di SD Negeri Pertiwa Agung 06 dan aku juga masih kelas 5 SD loh. Oke dengarkan ceritaku, yah!!
“Eh.. kita jalan jalan yuk.. bosen nih, masa liburan nggak ke mana-mana?!” Ajak Abay dengan sedikit memaksa.
“ya udah.. kita ke mall aja yuk?” jawab Juanita memberi saran.
“enggak ah, cewek banget kali” bantah Bobbin kali ini ikut nimbrung.
“loh? emang ke mall.. cewek doang? kan yang penting happy” ucapku sambil meminum Greentea yang baru saja tadi aku beli di depan rumah Abay.
“iya sih, tapi apa kek, yang lebih seru” lanjut Bobbin.
Kami terdiam sejenak. Hanya terdengar suara TV yang lagi ditonton oleh mamanya Abay. “AHAAA!” teriak dirikku. Mereka semua tersadar dari lamunannya.
“wehh!! kenapa sih teriak-teriak.. kaget tahu!” Bentak Abay karena kaget dan terlihat sekali mukanya memerah.
“widih.. gak usah marah-marah kalii..” jawab diriku sambil tertawa.
“lagian kenapa sih ketawa?” tanya Juanita dan Bobbin berbarengan.
“eh.. ngapain ngikutin ngomongnya?”
“kamu tuh yang ngikuttin”
“apaan sih! jelas-jelas kamu!”
“kamu!”
“bla-bla-bla”
Daripada pusing ngurusin mereka berdua berantem mendingan aku dan Abay diam. “eh.. ngomong-ngomong tadi teriak kenapa sih?” tanya Abay mencoba kembali ke pembicaraan pertama.
“itu loh Bay.. aku ngerencanain gimana kalau kita ke hutan aja? sambil lihat-lihat pemandangan di hutan gitu..” jawabku.
“hm.. bagus juga tuh.. tapi gimana kalau sekalian kemah aja?” usul Abay mendukung. Tiba-tiba tidak ada lagi suara keributan. Aku dan Abay pun menoleh.
“udah selesai ributnya?” tanya Abay. Mereka berdua terdiam.
“oh iya.. aku sama Abay udah ngerencanain pengen ke mana!” ucap diriku.
“ke mana Ka?” tanya Bobbin dengan serius.
“tapi baikkan dulu sama Juanita!” jawab Abay. Huffh.. Bobbin mengela napas.
“maafin.” ucap Bobbin kepada Juanita. Juanita mengangguk, mereka pun bersalaman. Lalu kami berbincang dan akhirnya besok aku dan kawan-kawan jadi ke hutan, jam tujuh pagi.
“oke.. kita berangkat sekarang yahh!” Perintah Bobbin. Kami mengangguk. Kami pergi ke hutan diantar oleh sopir pribadiku. Saat sudah sampai di depan hutan. Akhirnya sopir pribadiku, pun pulang. Lalu kami pun berjalan mencari lokasi yang pas untuk kemah. “pomoch’mne!” entah dari mana ada suara itu.
“eh.. kalian denger suara gak?” tanya Juanita ketakutan. Abay dan Bobbin mengangguk.
“aku juga denger” kataku.
“ih merinding nihh..” ucap Juanita.
Tiba-tiba datang angin menambah horor suasana.
“eh.. udah mulai gelap nih.. kita kemah di sini aja yah?” gumamku.
“oke!”
“pomoch’mne!”
“suara itu lagii” ujar Abay.
“ih, bikin merinding aja. Itu bahasa apa sih?” gerutu Bobbin.
“itu bahasa Rusia” jawabku datar.
“kok, kamu tahu?” tanya Juanita terheran-heran.
Cerpen Karangan: Irma Ratu Isnayla
Facebook: Lala Irma Isnayla
Hai nama aki Irma Ratu Isnayla. Kelas 5.
Ig: Irma.Slime.shop
Sekian duluh dari saya tentang Cerpen Untuk Anak-Anak SD pastinya ini akan menjadi salah satu info bermanfaat kepada anda yang ingin sekali tahu tentang cerpen tersebut untuk bisa membuat sendiri dirumah oke. Baca juga untuk Cerpen Romantis tersebut disini juga.
0 Response to "Cerpen Untuk Anak Anak SD"
Post a Comment